Hati Yang Selalu Merindu Melayani Duyufurrahman di Haramain

Palu, Sulawesi Tengah - Disebuah sudut pekuburan tua, Pogego, Kota Palu, Sulawesi Tengah berdiam seorang hamba bernama Hajjah Zainab. Dia adalah ibuku, orang yang paling kukagumi dan banggakan. Kesehariannya saya memanggilnya mama.  
Belum lama berselang saya menyambangi tempat peristirahatannya yang terakhir  bukan sekadar bersiarah menghadiahi untaian kalam Alfatiha tapi lebih dari itu melaporkan bahwa saya,  Drg Lutfiah telah menjadi pelayan tamu Allah. Bersimpuh khusyu saya  dihadapan pusaran Almarhumah, seraya  bertasbih memuji kebesaran-Nya mengabarkan bahwa amanah bunda telah tertunaikan. Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan menyebut-nyebut mama karena dari dialah cita-cita saya selaku pelayan tamu Allah bermula. 
Masih segar betul ingatan saya, pada saat  pertama kali ibunda menyuruh mendaftar sebagai petugas kesehatan haji. Saat itu 2004 lalu 18 tahun lalu, ibu saya secara berseloroh menyuruh mendaftar selaku petugas haji. Mendengar itu, saya kaget dan sedikit percaya: bagaimana mungkin bisa lolos, apalagi saya seorang dokter gigi yang jatahnya tak lebih dari dua orang diseluruh Indonesia. Tapi selaku anak saya mengiyakan saja keinginan orang tua. Lalu saya mendaftar sekadar iseng-iseng, istilahnya memanah di atas tunggangan kuda, kalau diterima syukur,  tak lolos tak apa apa juga. 
Benar saja, saya tak lolos dan tak ada beban untuk dikatakan tak berhasil yang biasanya berbuntut kekecewaan. Satu-satunya beban adalah menyampaikan berita tak bagus kepada ibu. Saya takut menjadi beban pikirannya, apalagi penyakit diabetes yang bersemanyam dalam dirinya gula darahnya meningkat. Lalu saya mencari waktu dan situasi yang tepat untuk menyampaikan kabar tak baik ini. 
Usai tadarrus lepas shalat subuh, saya menyampaikan kabar tak lolosnya saya selaku petugas haji. “Ma, Allah belum mengizinkan saya sebagai petugas haji” kataku pelan dan datar, tapi menunduk menyatakan kekecewaan. 
Sejumput saya menantikan jawabannya, cukup lama dia baru menjawab. “belum rejeki” katanya pasrah. Saya lalu membalas kepasrahan dengan senyuman dan pelukan, seraya membisikkan tanpa menjadi pelayan tamu Allah, Insya Allah saya bisa naik haji. 
Dan Alhamdulillah berkat ketekunan dan sabar menabung, akhirnya bersama sang suami Darlis Muhammad kami menunaikan ibadah haji pada musim haji 2012 lalu.   Pada pengalaman   berkunjung  Baitullah itu,  saya menjumpai  ada banyak jamaah haji mengalami banyak masalah. Mulai dari jamaah berpisah dari rombongan dan tersesat sekian lama. Pelayanan yang dilakukan saat itu belum  ada Tim Promotif Preventif, dan lain sebagainya. Dalam kondisi seperti itu, saya lalu berdoa dihadapan Ka'bah untuk menjadi pelayan tamu Allah yang memberikan pelayanan sepenuhnya kepada Jamaah Haji.
Sepulang dari Baitullah saya mencoba membaca buku-buku seputar pengurusan terhadap jamaah haji. Saya mendapati beberapa tulisan yang menyebutan setiap usaha memudahkan urusan jamaah haji, akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah SWT. Melayani Jamaah haji dan Umroh sepenuh hati, sama dengan melayani tamu Allah SWT. Siapa yang melayani mereka, berarti telah memulyakan Allah SWT. Secara khusus, Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa Jamaah Haji dan Umroh adalah duta Allah SWT. Betapa mulia sebutan ini, sehingga orang-orang terdahulu berlomba-lomba memberikan pelayanan khusus kepada setiap Jamaah Haji yang datang.
Secara khusus, Imam Bukhari membahas tentang memberikan pelayanan minum (siqoyata al-Hajj) kepada tamu-tamu Allah SWT. Hal ini tidak lepas dari pernyataan Nabi Saw yang artinya:’’ Jamaah Haji dan Umroh adalah Duta Allah SWT, jika mereka meminta dikabulkan, jika mereka berdoa di penuhi, jika mereka memohon ampun akan diampuni’’. Dan, sekecil apapun uang yang dikeluarkan oleh setiap Jamaah Haji akan dilipat gandakan menjadi 700 dirham. Begitu istimewa posisi jamaah haji di sisi Allah SWT, sehingga Nabi Muhammad SAW sendiri pernah turun tangan untuk melayani jamaah haji.
Di dalam hadis shahih diterangkan, bahwa Abas ibn Abdul Muttalib ra memohon ijin kepada Nabi Saw untuk memberikan pelayanan (siqoyata al-Hajj). Nabi Saw tidak keberatan, padahan waktu itu adalah hari tasrik, dimana setiap jamaah haji diharuskan nginap (mabit) di Mina.
Dari Ibu Umar ra, beliau mengatakan:’’ Al-Abbas Ibn Abd Muttolib memohon ijin kepada Nabi Muhammad Saw agar diperkenankan menginap di Makkah beberapa hari pada hari mina (Ayyamu Tasrik), hanya semata-mata memberikan pelayanan terhadap jamaah haji, kemudian Nabi Muhammad SAW mengijinkannya.
Pucuk cinta ulam pun  tiba, pada 2016 silam ketika saya sedang bertandang ke Jakarta dalam sebuah urusan dinas, saya bertemu kawan yang sama sama kuliah S2 pada tahun 2006 lalu. Sahabat saya itu sedang mengikuti  Pelatihan Panitia Petugas Indonesia Haji ( PPIH) dari beliau lah saya mendapatkan info kembali tentang  PPIH non kloter pada tahun 2016,  saat pendaftaran Online dibuka sekitar bulan September 2016 untuk Penugasan 2017 saya mencoba mendaftar, Bismillah
Pendaftaran PKHI ( Panitia Kesehatan Haji Indonesia) dibuka setiap tahun tidak lama setelah Operasional Haji selesai, dapat dilihat di Web Pusat Haji Kemkes RI dan semua Tenaga Kesehatan yang memenuhi syarat, semua bisa mendaftar dan akan diterima sesuai Kebutuhan.
Bersamaan saat pendaftaran PPIH 2017, saya dipindahkan tugas dari Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kota Palu ke Bidang Pengendalian Penyakit Menular, tidak Menular dan Kesling yang salah satunya masuk Program Kesehatan Haji, kami selalu berinteraksi dengan Jamaah Haji dan melakukan Pembinaah Jamaah Haji,  saat menanti Pengumuman, saya selalu meminta untuk di di Doakan oleh keluarga, Jamaah Haji yg akan berangkat ke Tanah Suci dan bila Sodara, sahabat yg Umroh agar bisa terpanggil sebagai Petugas Melayani Tamu- tamu Allah/Duyufurrahman di Tanah Suci/ Haramain.
Alhamdulillah saat Pengumuman diakun kami masing- masing,  terlihat saya sebagai Peserta Latih Ya Allah serasa mimpi, dan tak henti- hentinya memanjatkan Syukur kepada Ilahi Rabbi atas Ni'mat yang diberikan (bersambung)

Penulis : drg  Lutfiah, MKM ( Seksi Kerjasama Antar Sektor dan Stakeholder PDGI Cab Sulawesi Tengah )
Foto : drg. Lutfiah, MKM


18 Feb 2020