Semangat Membangun Indonesia Dari Pinggiran
“Jika sempit tanah airku, buat diriku lapanganmu. Moga dengan pengabdianku, bertambah lapang langkahmu.”
–Ir. Soekarno--
Pulau Kayoa, Halmahera Utara, Maluku Utara - Memutuskan untuk tinggal di daerah asing setelah seperempat abad tinggal, dibesarkan dan bersekolah di Yogyakarta yang nyaman adalah hal yang tidak mudah bagiku. Namun, semangat mengabdi ini telah sepenuhnya bulat dan tersusun rapi di hati dan pikiran. Untuk itu kuputuskan untuk meniti karir pertamaku sebagai dokter gigi di daerah terpencil di Indonesia melalui program Nusantara Sehat yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Sebuah kutipan yang mengatakan “Sometimes all you need is 20 seconds of insane courage and I promise you something great will come of it” rupanya sangat terasa benar adanya. Hanya bermodal keberanian, untuk pertama kalinya aku tinggal di daerah asing yang bahkan namanya saja baru aku ketahui setelah pemilihan penempatan.
Aku mendapat penempatan di Puskesmas Kayoa, yang terletak di sebuah pulau kecil di pedalaman Halmahera Selatan, Maluku Utara, Pulau Kayoa namanya. Saat pertama kali datang, keindahan pulau ini langsung membuatku jatuh hati. Pulau berukuran kurang lebih 80 km2 ini dikelilingi oleh lautan yang indah dengan karang-karangnya yang mempesona. Bahkan rumah dinasku terletak dipinggir lautan. Menyenangkan rasanya setiap sore bisa melihat keindahan matahari terbenam dari beranda belakang rumah. Di pulau ini, pada saat pertama datang, listrik hanya menyala 12 jam perhari, air mengalir 2 hari sekali, jaringan internet sangat tidak bisa diharapkan. Tetapi seiring berjalannya waktu, perbaikan-perbaikan fasilitas terus diupayakan oleh pemerintah daerah setempat.
Menjadi dokter gigi satu-satunya di Pulau ini, atau bahkan satu-satunya di gugus kepulauan ini (gugus kepulauan Makian-Kayoa) adalah pengalaman tak terlupakan bagiku. Tak jarang pasien datang dari pulau lain dengan perahu kecil untuk berobat ke poli gigi. Lebih menyenangkan lagi, ketika aku bisa turun langsung ke lapangan saat kegiatan puskesmas keliling, UKGS, UKGMD, posyandu, posbindu ataupun PTM. Aku bisa berkeliling ke pulau-pulau kecil lain yang menjadi wilayah kerja puskesmas kami. Terharu rasanya melihat kondisi penduduk desa yang serba kekurangan namun masih bisa berbahagia. Anak-anak kecil bermain di pantai, ibu-ibu menjemur pala hasil kebunnya, bapak-bapak berlayar mencari ikan. Sebuah potret kehidupan yang tidak dapat aku temukan jika tinggal di kota besar.
Tidak hanya menjadi dokter gigi di poli, rupanya amanah lain dipercayakan juga padaku oleh kepala puskesmas. Aku ditunjuk menjadi penanggung jawab upaya kesehatan perorangan (UKP) dan bersama dengan seluruh karyawan Puskesmas berhasil membawa Puskesmas Kayoa menjadi puskesmas yang terakreditasi untuk pertama kalinya. Selain itu, bosan rasanya jika diwaktu senggang tidak melakukan hal produktif lain. Aku dan teman-teman dokter, dokter gigi se-Halmahera Selatan menginisiasi sebuah program pengabdian yang kami beri nama Dokter Mengajar. Sudah 2 tahun ini Dokter Mengajar melakukan pengabdian berupa pengobatan umum dan gigi gratis, kitanan masal, operasi bibir sumbing gratis, dan mengajar di sekolah-sekolah di pulau-pulau kecil di Halmahera Selatan. Bonusnya lagi, berkat semangatku bekerja di daerah terpencil ini, aku berhasil menjadi juara satu dalam lomba penelitian Pepsodent-FDI Award 2019 dimana penelitianku ini membahas mengenai tingkat kepuasan dokter gigi yang bekerja di daerah terpencil dan faktor retensinya untuk mau bekerja menetap di daerah terpencil di Indonesia.
Maka ingin rasanya diri ini yang juga masih butuh banyak belajar, memberi sedikit pesan, terutama untuk sejawat dokter gigi yang sedang semangat-semangatnya memulai karir untuk bisa mendedikasikan sedikit waktu dalam kehidupannya, bekerja bagi Indonesia. Mengingat 43.53% Puskesmas belum memiliki dokter gigi dan sebagian besarnya berlokasi di daerah terpencil di Indonesia. Ayo tumbuhkan semangat pengabdian, membangun Indonesia dari pinggiran, demi bakti untuk Ibu Pertiwi. Indonesia masih butuh pemuda, yang dengan semangatnya rela berkorban, bersusah payah dimasa mudanya, dan berani mengambil tantangan untuk kemajuan. Walau dari hal sederhana, kita pasti bisa berkontribusi untuk kemajuan Indonesia!.
Terakhir, sebuah kutipan dari Pak Made Andi Arsana ini menarik perhatianku.
“Aku ingin melihat Indonesia dari tepi Danau Toba atau lereng Gunung Rinjani atau tepian Sungai Mahakam. Aku ingin melihat Indonesia dari pinggiran hutan di pedalaman Papua. Aku ingin melihat puncak Monas dari Teluk Tomini. Aku ingin mencium rumut basah di Istana Merdeka dari Sabana di Flores. Aku ingin mengagumi julangan Indonesia yang tinggi sambil duduk di gelayut akar pohon tua di pedalaman Kalimantan”.
Aku juga ingin :)
Salam,
Penulis : Tiara Oktavia Saputri ( Dokter Gigi Nusantara Sehat Individual Angkatan Pertama, Penempatan Puskesmas Kayoa, Halmahera Selatan, Maluku Utara )
Foto : Tiara Oktavia Saputri