Telemedicine Dentistry

Beray, Kalimantan Timur (20/5) - Dokter Jacques Marescaus, pada tahun 2001 adalah orang pertama yang telah melakukan tindakan medis operasi jarak jauh kepada manusia. Pada hari itu dia berada di New York dan berhasil melakukan operasi kolesistektomi terhadap pasien yang berusia 68 tahun yang berdomisili di Strasbourg, Perancis, 6230 km dari kota New York. Operasi yang dilakukan oleh robot dan dikendalikan dari jarak jauh itu selanjutnya dikenal sebagai Lindbergh operation. Koneksi antar New York dan Strasbourg dihubungkan dengan teknologi Asynchronous Transfer Mode ( ATM). Operasi ini berhasil dilakukan tanpa penyulit selama 54 menit dan rawat jalan selama 48 jam post tindakan.

Sepenggal informasi tersebut telah dikisahkan oleh Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ) pada tahun 2018 dalam sebuah buku yang direkomendasikan kepada Kementerian kesehatan. Buku yang mengulas tentang Masa Depan Digitalisasi Kesehatan di Indonesia itu poin pentingnya membahas tentang Telemedicine. Seperti yang kita ketahui telemedicine tiba-tiba marak didiskusikan dikalangan praktisi dan akademisi kesehatan sejak wabah pandemi Covid -19 menyerang seantero dunia.

Telemedicine sejatinya bukan wacana baru, tapi bagi Indonesia hal ini menjadi  masalah tersendiri karena kepastian hukum dan Undang-Undang yang mengatur khusus tentang hal ini belum ada . Bahkan untuk mengadaptasikan sistem pelayanan  yang berbasis online akibat Covid-19  Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) secara situasional menerbitkan Perkonsil 74 Tahun 2020 Tentang Kewenangan Klinis dan Praktek Kedokteran Melalui Telemedicine dimasa Pandemi Covid 19. Kondisi ini memberikan konsekuensi logis yaitu adanya kegamangan dalam menerjemahkan peraturan tersebut bagi kalangan tenaga medis, belum optimalnya sosialisasi, ketidaksiapan infrastruktur teknologi informasi pendukung, hingga tidak terjaminya perlindungan dan kepastian hukum berupa Undang-Undang Telemdicine.  

Telemedicine Dentistry
Implementasi Telemedicine dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut mengalami tantangan dan hambatan tersendiri. Hal ini disebabkan karena hampir seratus persen perawatan gigi dan mulut merupakan tindakan psikomotorik atau intervensi langsung berupa tindakan pada mulut pasien. Telemedicine yang dapat dilakukan dengan mudah hanya berupa Tele-Konsultasi , diluar dari itu dibutuhkan infrastruktur teknologi informasi yang memadai.

Tele-konsultasi tentu sudah mencakup mekanisme anamnesis pasien, pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan dengan cara konsultasi real time , menerima gambar lewat apliaksi chatting, pemberian resep elektronik ( Tele-resep), perawatan-perawatan supportif berupa edukasi pasien untuk diagnosis penyakit tertentu seperti perawatan Temporo Mandibular Disorders (TMD)  oleh Prostodontis, Tele-radiologi  dan lain-lain, hingga penegakan diagnosis sebagai informasi awal dalam perencanaan perawatan selanjutnya.

Pelayanan Telemedicine berupa tindakan psikomotorik seperti pencabutan gigi, pembuatan gigi tiruan, operasi mulut dan rahang, perawatan ortodonsi, perawatan saluran akar gigi dan sebagainya belum dapat dilakukan.  Perkembangan teknologi alat kesehatan gigi belum sampai kepada titik menciptakan robot yang secara artificial bisa melakukan tindakan perawatan dalam mulut pasien dengan sistem kendali jarak jauh, walaupun lima sampai sepuluh tahun ke depan dalam era “ Dispruptive Innovation) hal itu mungkin saja terjadi apalagi dengan era paradigm baru pasca pandemi covid 19.

Dan Indonesia membutuhkan dorongan semangat  dan optimisme baru agar ketersediaan teknologi modern untuk itu bisa terwujud. Pandemi Covid-19 telah menciptakan arus kompetisi baru yang terbuka lebar, masyarakat dunia tercerahkan dan membuat defenisi baru bahwa tak ada negara adi daya yang bisa lolos dari sebuah serangan virus. Kini setelah sekat saling menguasai itu longgar setiap negara memiliki peluang yang sama, pun jika negara tersebut memilki kesadaran baru untuk itu.

Teknologi Kedokteran Gigi
Saat ini untuk mengaplikasikan ilmu kedokteran gigi dalam ranah klinis, perkembangan teknologi terus mengalami perubahan pesat dan semakin modern. Bahkan digitalisasi alat kedokteran gigi semakin maju dan terus berinovasi. Seseorang yang ingin membuat gigi tiruan sudah bisa tanpa melalui pencetakan manual, dengan alat Scan intra oral duplikat mulut pasien dapat ditransfer ke soft ward di sebuah laboratorim dental, diterjemahkan dalam bentuk tiga dimensi selanjutnya gigi tiruan tersebut dibuat dengan alat CAD CAM dengan campur tangan manusia yang sudah sangat minimal.

Radiologi kedokteran gigi tidak lagi harus berupa lembaran manual. Hasil radiologis sudah berupa  gambar digital yang lebih berkualitas dapat diransfer dari ruang radiologi menuju ruang kerja dokter gigi dan selanjutnya dilihat dan diterjemahkan oleh dokter gigi tersebut. Bahkan hasil tersebut dapat diunduh dan dikirim ke spesialis radiologi gigi untuk dinterpretasi jika ada kesulitan pembacaan hasil.

Gambaran perkembangan teknologi demikian merupakan modalitas dalam menyambut era telemedicine. Dalam diskusi yang sering kita lakukan saat ini beberapa praktisi menyatakan bahwa secara pengalaman aktivitas telemedicine sudah sering kita terapkan di lingkungan praktek ataupun di institusi pelayanan kesehatan walaupun hal tersebut masih bersifat sederhana.

Sikap Dokter Gigi Pasca Pandemi
Dua pilihan bagi dokter gigi  yaitu tetap melakukan perawatan konvensional dengan  standar APD level 3 atau secara proporsional melakukan tindakan Telemedicine. Pasca Pandemi atmosfer baru akan tumbuh dalam lingkungan praktek dokter gigi. Sisi baik dampak covid tentu akan memberikan interest positif bagi klinisi untuk lebih berhati-hati, tidak hanya karena trauma covid akan tetapi adanya upaya mengidentifikasi potensi infeksius akibat berbagai macam penyakit yang dapat muncul terutama dari efek aerosol.

Pilihan ini memberikan situasi paradoks yang berkepanjang jika pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan tidak segera merespon kondisi ini sebelum pandemic covid berakhir. Kepastian hukum perihal Telemedicine adalah kebutuhan untuk memberi rasa aman profesi dokter/dokter gigi dalam hal implementasi Telemedicine. Sistem Telemedicine merupakan cikal bakal membangun sistem kesehatan yang berbasis digital, dengan Telemedicine dampak positif yang muncul adalah Sitem Kesehatan Nasional akan memiliki big data tentang kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia, jumlah masyarakat yang terkena penyakit degenaratif, angka kematian bayi dan lain-lain, yang semua hal itu terkoneksi dalam sebuah soft ward yang bisa diakses sekaligus aman untuk tidak hack oleh pihak yang tidak berkepentingan.

Peran PDGI
Implementasi Telemedicine bagi dokter gigi adalah sebuah persoalan rumit. Tindakan psikomotorik sebagai standar pelayanan yang baku tentu saja menjadi keharusan bagi dokter gigi. Mungkinkah tindakan-tindakan perawatan tersebut kelak akan tergantikan oleh robot? Jawabanya tentu bisa iya atau bisa tidak, tergantung dari kemampuan dunia hari ini menghadirkan teknologi robot yang bisa melakukan tindakan sedetail dokter gigi. Kebayang kan seorang endodontis yang tinggal di Berau mekakukan perawatan saluran akar untuk pasien yang tinggal di Balikpapan atau sebaliknya ? 
Membayangkan hal itu terjadi,  selain sebagai keniscayaan prasyarat telemedicine dampak yang lain perlu dipikirkan adalah tergerusnya nilai-nilai universal interaksi manusia. Sisi-sisi gelap era disruption Innovation sebagai bagian dari kapitalisme seolah-olah menjadi ancaman mengerikan bagi umat manusia. Bagaimana seorang dokter dan pasien menjaga interaksi humanistic melalui sebuah robot? 
Oleh Karena itu Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) tentu diharapkan hadir memberikan advokasi terkait potensi penerapan sistem Telemedicine dalam kedokteran gigi. Selain dibutuhkan konsep secara detail, Telemedicine Dentistry juga dibutuhkan kepastian hukum agar seluruh dokter gigi di Indonesia dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan jaminan rasa aman dan tentram. 
Satu hal yang pasti bahwa era baru akan menyambut masyarakat dunia. Kita semua harus mampu beradaptasi dengan kondisi ini, selain kebutuhan industri kesehatan nasional yang harus bangkit, telemedicine adalah bagian dari kebutuhan dunia kesehatan pada masa yang akan datang. Dan Indonesia sudah terlalu jauh tertinggal.

 

Penulis : drg.Rustan Ambo Asse Sp.Pros
( Ketua PDGI Cabang Berau Periode 2014-2017 )
Foto : drg.Rustan Ambo Asse Sp.Pros


20 May 2020